0

KUNINGAN

1. Peuyeum Ketan
tape peyeum ketan
Ciri khas tape Kuningan ialah dibungkus daun jambu air, biasanya banyak dijual dalam wadah ember hitam bertuliskan Tape Ketan Asli Cibeureum, ada juga yang dijual dalam bentuk kemasan kecil kotak plastik. Rasanya manis.
http://www.indotravelers.com/jawa-barat/kuningan/kuniler-makanan-khas-kuningan.html

2. Putri Noong 
 
Putri noong adalah makanan khas kuningan yang terbuat sari parutan singkong dan pisang nangka lalu di baluri parutan kelapa.



0

CIREBON

1. Empal Gentong
resep empal gentong. Resep Empal Gentong Khas Cirebon
Empal gentong merupakan makanan yang berasal dari daerah cirebon, Jawa barat, mengapa disebut dengan empal gentong mungkin karena dimasaknya menggunakan gentong yang terbuat dari tanah liat dan dimasak menggunakan kayu bakar, bahan yang digunakan berupa jeroan seperti usus, hati, babat dan juga daging sapi sehingga makanan ini hampir-hampir mirip dengan gule, jika anda ingin membuatnya seniri dirumah dan tidak punya gentong, menggunakan wajan biasa jg bisa.
Masakanlezat.com

2. Nasi Jamblang
nasi-jamblang-1
Sega jamblang ini adalah nasi dingin yang dibungkus daun jati, kemudian dimakan bersama dengan lauk-pauk khasnya seperti rendang kecap, tahu air, sate kentang, sambel goreng, paru goreng, perkedel kentang, ikan asin, telur jamblang, cumi hitam, tempe, tahu, sate usus dan lain-lain.

Nama Jamblang berasal dari nama daerah di sebelah barat kota Cirebon, tempat asal pedagang makanan tersebut. Ciri khas makanan ini adalah penggunaan daun jati sebagai alas nasi dan lauknya. Pengambilan lauknya pun secara prasmanan, jadi kita bisa mengambil jenis dan jumlah lauknya sesuka kita.
http://ranggafebri.wordpress.com

3. Mi Koclok 
Berkunjung ke Cirebon, jangan sampai melewatkan Mie Koclok Mas Edy. Ketenarannya sangat melegenda seantero Cirebon.

Mi ini terbilang legendaris karena telah ada sejak 1945, setara dengan usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Saat ini, Mas Edy, yang merupakan generasi ketiga pemilik rumah makan ini, mengelola warung dibantu dengan anak-anaknya.

"Kami memang mempertahankan resep khusus dari neneknya bapak, untuk menjaga kualitas mi koclok," kata Edi Supriadi, saat ditemui Okezone pada Festival Jajanan Bango di Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.

Dari segi nama, mie koclok merupakan singkatan dari "Mie Khasnya Orang Cirebon yang Lebih Okey Memang Asik dan Istimewa". Selain itu, nama koclok sendiri merupakan suara "koclok" saat menuangkan mi yang baru diangkat dari kuah rebusan.

"Minya dikoclok atau dituang ke dalam mangkok," lanjutnya.

Satu porsi mi koclok terdiri dari mi basah, irisan daun bawang, irisan kol, tauge, irisan telur rebus, taburan bawang goreng, suwiran ayam goreng, dan diseduh kuah yang kental dan gurih. Kuahnya dibuat dari kaldu ayam dan adonan tepung maizena, garam, merica, dan santan kental.

Makin melengkapi kelezatan, mi koclok dilengkapi sambal, kecap, dan emping goreng yang kriuk. Untuk menikmati salah satu warisan kuliner Nusantara yang legendaris ini, Anda cukup merogoh kocek Rp10 ribu per porsi. Dengan harga yang terjangkau ini, sehari mi koclok bisa terjual 100 porsi.

Di Cirebon, Anda bisa menemukan mi koclok di Jalan Lawang Gada. Rumah makan ini buka dari pukul 05.00 -24.00 WIB.

0

INDRAMAYU

1. Pedesan Entog
pedesan entog

Resep Pedesan Entok Asli Indramayu
Kalau jalan-jalan ke Indramayu jangan lupa nyobain makanan khas indramayu ini namanya cukup unik Pedesan Entok. Sesuai namanya rasanya harus pedes khas cabai rawit yang bikin keringat anda mengucur dengan deras. Dijamin nasi satu bakul pun ludes karena pedasnya. Pedesan entog kini mulai menjamur di berbagai tempat di jawa, berikut resep cara memasak pedesan entok
Bahan-bahan
� 1 kg daging entok, potong-potong (bisa juga pakai daging bebek)
� 4 lembar daun jeruk
� 3 batang sereh
� 1 buah tomat, potong kecil-kecil
� 1 liter air untuk merebus
� 1 ruas jahe
� 3 sdm minyak untuk menumis
� 5 sdm kecap manis
Bumbu Halus
� 5 siung bawang putih
� 10 buah bawang merah
� 10 buah cabai merah
� 6 buah cabai rawit merah (sesuai selera)
� 1 ruas kunyit
� 5 butir kemiri
� 5 cm lengkuas
� 1 sdt garam
Cara Membuat Pedesan Entok
1. Didihkan air, masukkan entok yang sudah dipotong tadi sampai setengah matang
2. Tumis bumbu halus, daun jeruk, sereh, dan tomat hingga matang
4. Masukkan ke dalam rebusan entog
5. Tambahkan kecap, aduk rata
6. Masak hingga entog empuk dan air berkurang, boleh ditambah air jika entog belum empuk
7. Tambahkan garam, aduk rata, masak hingga mendidih dan kuah cukup kental
8. Angkat dan sajikan hangat dengan nasi hangat.
http://ezzarafarm.com/wp/?page_id=28

2. Rumbah


http://syahrilsidik99.blogspot.com/2013/11/makanan-khas-indramayu.html

3. Mangga Cengkir


http://katilambung.blogspot.com/2012/09/cengkir.html

Indramayu selain dikenal sebagai salah satu Kabupaten penghasil buah mangga, juga di kenal memiliki kekhasan dalam segi kuliner. Sebagai Kabupaten yang terletak di pesisir pantai utara Jawa tentunya Kabupaten Indramayu mempunyai berbagai resep masakan warisan dari nenek moyang dulu.
Disini saya akan mencoba memberikan satu resep masakan yang ada di Indramayu, yang dulu tidak begitu dikenal kebanyakan masyarakat Indramayu namun sekarang ini menjadi salah satu menu masakan favorit yang lagi trending market dikalangan para petualang kuliner, bahkan akhir-akhir ini telah menjadi salah satu masakan andalan sebagian besar warung-warung makanan yang tersebar hampir di setiap jalansepanjang pesisir pantura Indramayu. Nama masakan ini adalah “Pedesan Entog (itik)” yaitu masakan dari daging Entog yang dimasak dengan bumbu yang sangat pedas sekali, sehingga membuat anda yang suka dengan masakan pedas tentunya masakan ini terasa sangat sensasional dan cocok dilidah anda.
Sajian Pedesan Entog
Bagi anda yang penasaran dan mau mencoba masakan ini, disini saya mau berbagi resep dan cara memasaknya. masakan ini sangat mudah cara membuatnya dan biaya yang dikeluarkan juga tidak terlalu banyak dan cukup terjangkau isi dompet kita.
Berikut ini adalah bahan-bahan yang di butuhkan dan proses pembuatannya.
bahan-bahan:
1. 1 ekor daging entog yang sudah dihilangkan bulunya dan dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil.
2. 1 kilogram Cabe yang sudah ditumbuk halus.
3. Kunyit secukupnya
4. jeruk nipis secukupnya
5. 5 daun sere/kamijara
6. garam dan bumbu penyedap secukupnya
7. minyak goreng dan bawang goreng
Cara membuatnya:
* Daging entog yang sudah dipotong kecil-kecil tersebut di rebus sampai daging agak lunak (empuk)
* semua bumbu dijadikan satu dan ditumbuk hingga halus.
* sambil menunggu daging agak lunak dan empuk, masukan minyak goreng ke dalam wajan lalu goreng semua bumbu yang sudah dihaluskan tadi sampai mengeluarkan bau harum.
* setelah bumbu mengeluarkan bau harum, masukan daging entog yang sudah direbus, dan campur ke dalam bumbu lalu masak kurang lebih 40 menit dan biarkan bumbu meresap kedalam daging entog.
* masakan ini cocok dihidangkan saat masih panas.  Ataupun cocok di sajikan dan di santap saat hujan gerimis. Buat yang suka rasa pedas dari rasa yang mendominasi masakan Pedesan Entog (itik) kuliner Khas Pesisir Pantura Indramayu ini adalah sebuah tantangan baru bagi pemburu kuliner Nusantara dalam menikmati sajian cita rasa super Hot tapi banyak yang suka.
Tidak ada salahnya anda mencoba masakan kuliner dari Indramayu ini, baik untuk dikonsumsi bersama keluarga atau anda mencoba membuka usaha warung “pedesan entog” ini. Dan saya juga berharap, bahwa anda juga mau mengirimkan salah satu resep masakan asal daerah anda. Selain untuk mengenalkan ragam masakan khas daerah, sekaligus anda juga turut serta melestarikan warisan kuliner Indonesia.
Kalau Anda males masak sendiri, silahkan Kunjungi
Warung Pedesan Entog Bang Combet di Area Sport Center Indramayu.
- See more at: http://nutrisiuntukbangsa.org/pedesan-entog-kuliner-khas-pesisir-pantura-indramayu/#sthash.6bRBngW5.dpuf

0

KERATON KASEPUHAN CIREBON

KERATON Kasepuhan, obyek wisata utama di kota Cirebon, Jawa Barat, mungkin sudah dikenal dan sudah dikunjungi. Namun, apakah Anda sudah benar-benar mengenalnya?
Sementara bentuk bangunan dan berbagai koleksi benda kuno di keraton ini sudah banyak diketahui, perpaduan berbagai unsur agama dan budaya dalam rancang bangun serta benda kuno di Keraton Kasepuhan mungkin terlewatkan.
Keraton Kasepuhan dan pernak-pernik yang tersimpan di dalamnya adalah perpaduan dari tiga agama, yaitu Hindu, Islam, dan Buddha, serta tiga budaya, yaitu Jawa, Tiongkok, dan Eropa. Perpaduan ini menjadikan Keraton Kasepuhan lebih istimewa dari keraton lainnya.
Secara keseluruhan, kompleks keraton terdiri dari keraton itu sendiri, alun-alun, serta masjid. Rancangan ini serupa dengan Keraton Yogyakarta dan Solo, merupakan representasi dari arsitektur Islam nusantara.

KOMPAS.com / FITRI PRAWITASARI Kereta Singabarong di Keraton Kasepuhan, Cirebon
Namun demikian, Keraton Kasepuhan masih memiliki unsur Hindu yang kental. Tembok keraton yang terdiri dari bata merah dan bentuk gapura keraton serupa dengan arsitektur bangunan Hindu seperti keraton Majapahit.
Dari sisi budaya, keberadaan Siti Hinggil dan pendopo-pendopo kecil adalah representasi dari bangunan Jawa. Sementara, terdapat juga keramik-keramik dinding yang punya 2 corak, Eropa dan Tiongkok.
Di Taman Bundaran Dewandaru yang terletak di kompleks tengah keraton, unsur Hindu bisa dijumpai dalam wujud Lembu Nandu. Sementara, unsur Eropa berwujud meriam hadiah dari Thomas Stanford Raffles.
Benda kuno keraton yang menunjukkan dengan jelas perpaduan unsur berbagai agama dan budaya adalah kereta kencana Singa Barong, kereta kencana tua canggih pertama buatan Indonesia.
KOMPAS.COM/FITRI PRAWITASARI Pengunjung Mengambil Gambar Lukisan Prabu Siliwangi yang Tersimpan di Museum Kereta Singabarong, Keraton Kasepuhan, Cirebon
Sandy Atmawijaya, salah satu pemandu Keraton Kasepuhan, saat ditemui Kompas.comdalam kunjungan beberapa waktu lalu mengatakan, "Desain kereta ini melambangkan persahabatan antar-agama." Pada bagian depan kereta, terdapat wujud hewan yang merupakan gabungan dari tiga hewan sekaligus, yakni gajah, garuda, dan naga. Belalai gajah adalah lambang agama Hindu, garuda bersayap burak adalah lambang Islam, sedangkan naga adalah lambang Buddha.
Kereta kencana itu, kata Sandy, istimewa karena sudah mengenal sistem suspensi seperti mobil canggih masa kini. Perbedaannya, teknik suspensi ini tidak menggunakan sistem pegas, tetapi kulit. Ada empat sabuk kulit yang membuat kereta ini lebih nyaman dipakai.
Keistimewaan kereta kencana Singa Barong lainnya adalah sayap burak yang bisa bergerak saat kereta berjalan. Ini membuat sayap bisa berfungsi seperti kipas angin bagi sang raja yang ditandu.

Keraton Kasepuhan mulai dibangun pada tahun 1430 oleh Pangeran Walang Sungsang atau Cakrabuana, putera mahkota Kerajaan Pajajaran. Saat keraton mulai dibangun, wilayah Cirebon masih disebut Caruban. Bangunan tertua keraton adalah Keraton Pakungwati. Di kompleks keraton ini, terdapat Sumur Kejayaan. Air sumur itu sering dipakai untuk beragam ritual. Kini, kondisi bangunan tertua ini sudah banyak mengalami kerusakan.
Pada masa Sunan Gunung Jati, bangunan keraton diperluas. Ada pembangunan Siti Inggil atau tanah yang tinggi serta lima bangunan tanpa dinding. Selain itu, ada tambahan pembangunan bagian inti keraton yang kini dipakai sebagai tempat tinggal raja. Meski kini tak semegah Keraton Yogyakarta dan Solo, Keraton Kasepuhan tetap menarik untuk dikunjungi. Beragam benda kuno tersimpan, mulai dari Lukisan Prabu Siliwangi hingga Ukiran Kama Sutra serta berbagai macam gamelan kuno.

0

SEJARAH MAJALENGKA
 
Kabupaten Majalengka, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Majalengka. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Indramayu di utara, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan di timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya di selatan, serta Kabupaten Sumedang di barat.
Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Majalengka. Kantor Bupati terletak di Pendopo, selatan dari Alun-alun Majalengka berdekatan dengan Masjid Agung Al Imam.

Sejarah 
 Pada zaman kerajaan Hindu sampai dengan abad XV di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan : (1) Kerajaan Talaga dipegang oleh Sunan Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung (2) Kerajaan Rajagaluh dipegang oleh Prabu Cakraningrat (3) Kerajaan Sindangkasih, rajanya adalah seorang puteri bernama Nyi Rambutkasih. Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.

Kerajaan Sindangkasih  rajanya seorang putri yang memiliki paras nan cantik dan molek bemama Nyi Rambutkasih adalah seorang yang beragama Hindu fanatic .Kerajaan ini terletak secara geografis berada di Majalengka . Nama Sindangkasih diambil dari Mandala Sindangkasih yang semula tempat merupakan tempat kedudukan Ki Gedeng Sindangkasih yang dijabat oleh puteranya yang bernama Ki Ageng Surawijaya . Semula nama tempat ini terdapat di wilayah Cirebon yang kemudian dibawa oleh penguasa ;yang dise.but Ki Gedeng Sindangkasih yang lama berkedudukan di Sumedang Larang yaitu Majalengka sekarang (menurut De Pacto Gelu dan Talaga) .Nyi Gedeng Sindangkasih atau disebut juga Nyi Ambetkasih dan lebih dikenal lagi adalah Nyi Rambutkasih adalah seorang ratu yang cantik molek, memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, dikagumi serta sangat dihormati oleh rakyatnya adalah istri Prabu Siliwangi. la adalah orang yang dipercaya oleh Prabu Siliwangi untuk memimpin rombongan yang bermaksud pindah ke Pakuwan Pajajaran (Bogor sekarang), kemudian ia menjadi penguasa di Sindangkasih sebagai ibukota Sumedang Larang.
Penguasa di Sindangkasih sebagaimana disebutkan di atas adalah Nyi Rambutkasih. Sejak sekian lama Nyi Rambutkasih mencium akan datangnya Pangeran Muhamad disertai ayahnya Pangeran Panjunan di Sindangkasih dalam rangka mengadakan kegiatan penyebarluasan ajaran agama Islam dan kegiatan ini disambut baik oleh, masyarakat setempat.
Di Padepokan Sindangkasih, Rambutkasih tengah mengadakan pertemuan dengan semua perwira tinggi kerajaan sehubungan dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh Pangeran Muhamad. Ketika rapat khusus itu sedang berlangsung datanglah Pangeran Muhamad bersama rombongan dengan maksud ingin ketemu dengan Nyi Rambutkasih selaku ratu di Kerajaan Sindangkasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrobiralamin, yang maksudnya Pangeran Muhamad merasa bersyukur serta bahagia dapat bertemu dengan seorang putri cantrk dan sebagai penguasa di Sumedang Larang, tetapi dengan tidak diduga dalam sekejap Nyi Rambutkasih menghilang.
Bersamaan dengan itu terlontarlah ucapan Pangeran Muhamad : “Madya Langka” yang artinya putri cantik telah hilang (tidak ada), sehingga dari kata-kata itu kemudian orang menyebutnya Majalengka. Sejak itulah kemudian Pangeran Muhamad yang didampingi ayahnya Pangeran Panjunan memerintah di Sumedang Larang/Sindangkasih, selanjutnya pada tanggal 10 Muharam 910 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 1490 M, sesuai dengan perintah Sunan Gunung Jati yang berkedudukan di Cirebon menetapkan Pangeran Muhamad.
Pada masa tuanya Pangeran Muhamad menetap di lereng gunung yang berada di sebelah selatan Majalengka sampai akhir hayatnya gunung tersebut kini dikenal dengan sebutan Gunung Margatapa. Adapun Siti Armilah istri Pangeran Muhamad dimakamkan di belakang pendopo (kantor Pemda) Kabupaten Majalengka, yang dikenal dengan sebutan Nyi Gedeng Badori.

0

SEJARAH CIREBON 
 

Asal kota Cirebon ialah pada abad ke 14 di pantai utara Jawa Barat ada desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati yang terletak di lereng bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil. Penguasa kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang sebagai pengurus pelabuhan atau syahbandar Ki Gedeng Tapa. Pelabuhan Muara Jati banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar di antaranya kapal Cina yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat, yang di perdagangkannya adalah garam, hasil pertanian dan terasi.
Kemudian Ki Gendeng Alang-alang mendirikan sebuah pemukiman di lemahwungkuk yang letaknya kurang lebih 5 km, ke arah Selatan dari Muara Jati. Karena banyak saudagar dan pedangan asing juga dari daerah-daerah lain yang bermukim dan menetap maka daerah itu di namakan Caruban yang berarti campuran kemudian berganti Cerbon kemudian menjadi Cirebon hingga sekarang.
Raja Pajajaran Prabu Siliwanggi mengangkat Ki Gede Alang-alang sebagai kepala pemukiman baru ini dengan gelar Kuwu Cerbon. Daerahnya yang ada di bawah pengawasan Kuwu itu dibatasi oleh Kali Cipamali di sebelah Timur, Cigugur (Kuningan) di sebelah Selatan, pengunungan Kromong di sebelah Barat dan Junti (Indramayu) di sebelah Utara.
Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Walangsungsang putra Prabu Siliwanggi dari Pajajaran. Walangsungsang ditunjuk dan diangkat sebagai Adipati Carbon dengan gelar Cakrabumi. Kewajibannya adalah membawa upeti kepada Raja di ibukota Rajagaluh yang berbentuk hasil bumi, akan tetapi setelah merasa kuat meniadakan pengiriman upeti, akibatnya Raja mengirim bala tentara, tetapi Cakrabumi berhasil mempertahankannya.
Kemudian Cakrabumi memproklamasikan kemerdekaannya dan mendirikan kerajaan Cirebon dengan mamakai gelar Cakrabuana. Karena Cakrabuana telah memeluk agama Islam dan pemerintahannya telah menandai mulainya kerajaan kerajaan Islam Cirebon, tetapi masih tetap ada hubungan dengan kerajaan Hindu Pajajaran.
Semenjak itu pelabuhan kecil Muara Jati menjadi besar, karena bertambahnya lalu lintas dari dan ke arah pedalaman, menjual hasil setempat sejauh daerah pedalaman Asia Tengara. Dari sinilah awal berangkat nama Cirebon hingga menjadi kota besar sampai sekarang ini.
Pangeran Cakra Buana kemudian membangun Keraton Pakungwati sekitar Tahun 1430 M, yang letaknya sekarang di dalam Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon.

0

SEJARAH KUNINGAN
 
Ada beberapa kemungkinan tentang asal-usulnya Kuningan dijadikan nama daerah ini. Salah satu kemungkinan adalah bahwa istilah tersebut berasal dari nama sejenis logam, yaitu kuningan. Dalam bahasa Sunda (juga bahasa Indonesia), kuningan adalah sejenis logam yang terbuat dari bahan campuran berupa timah, perak dan perunggu. Jika disepuh (dibersihkan dan diberi warna indah) logam kuningan itu akan berwarna kuning mengkilap seperti emas sehingga benda dibuat dari bahan ini akan tampak bagus dan indah. Memang logam kuningan bisa dijadikan bahan untuk membuat aneka barang keperluan hidup manusia seperti patung, bokor, kerangka lampu maupun hiasan dinding.
Di Sangkanherang, dekat Jalaksana sebelum tahun 1914 ditemukan beberapa patung kecil terbuat dari kuningan. Paling tidak sampai tahun 1950-an barang-barang yang terbuat dari bahan logam kuningan itu sangat disukai oleh masyarakat elit (menak) di daerah Kuningan. Barang-barang yang dimaksud berbentuk alat perkakas rumah tangga dan barang hiasan di dalam rumah. Benda-benda dari bahan kuningan itu juga disukai pula oleh sejumlah masyarakat Sunda, Jawa, Melayu, dan beberapa kelompok masyarakat di Nusantara umumnya.
Di daerah Ciamis dan Kuningan sendiri terdapat cerita legenda yang bertalian dengan bokor (tempat menyimpan sesuatu di dalam rumah dan sekaligus sebagai barang perhiasan) yang terbuat dari logam kuningan[. Kedua cerita legenda dimaksud menuturkan tentang sebuah bokor kuningan yang dijadikan alat untuk menguji tingkat keilmuan seorang tokoh agama.
Di Ciamis - dalam cerita Ciung Wanara - bokor itu digunakan untuk menguji seorang pendeta Galuh (masa pra-Islam) bernama Ajar Sukaresi yang bertapa di Gunung Padang. Pendeta ini diminta oleh Raja Galuh yang ibukota kerajaannya berkedudukan di Bojong Galuh (desa Karangkamulya) sekarang yang terletak sekitar 12 km sebelah timur kota Ciamis, untuk menaksir perut istrinya yang buncit, apakah sedang hamil atau tidak. Kesalahan menaksir akan berakibat pendeta itu kehilangan nyawanya. Sesungguhnya buncitnya perut putri tersebut merupakan akal-akalan Sang Raja, dengan memasangkanbokor kuningan pada perut sang putri yang kemudian ditutupi dengan kain sehingga tampak seperti sedang hamil. Perbuatan tersebut dilakukan semata-mata untuk mengelabui dan mencelakakan Sang Pendeta saja.
Pendeta Ajar Sukaresi yang sudah mengetahui akal busuk Sang Raja tetap tenang dalam menebak teka-teki yang diberikan oleh Sang Raja, Sang Pendeta pun berkata bahwa memang perut Sang Putri tersebut sedang hamil. Sang Raja pun merasa gembira mendengar jawaban dari Pendeta tersebut,karena beliau berpikir akal busuknya untuk mengelabui Sang Pendeta berhasil. Sang Raja dengan besar kepala berkatabahwa tebakan Sang Pendeta salah, dan kemudian memerintahkan kepada prajuritnya agar pendeta tersebut dibawa ke penjara dan segera Sang Raja mengeluarkan perintah agar pendeta tersebut di hukum mati.
Teryata tak berapa lama kemudian diketahui bahwa Sang Puteri tersebut benar-benar hamil. Muka Raja tersebut merah padam,hal ini tak mungkin terjadi pikirnya. Dengan gelap mata Sang Raja tersebut marah dan menendang bokor kuningan, kuali dan penjara besi yang berada di dekatnya. Bokor, kuali dan penjara besi itu jatuh di tempat yang berbeda. Daerah tempat jatuhnya bokor kuningan, kemudian diberi nama Kuningan yang terus berlaku sampai sekarang. Daerah tempat jatuhnya kuali (bahasa Sunda: kawali) dinamai Kawali (sekarang kota kecamatan yang termasuk ke dalam daerah Kabupaten Ciamis dan terletak antara Kuningan dan Ciamis, sekitar 65 km sebelah selatan kota Kuningan), dan daerah tempat jatuhnya penjara besi dinamai Kandangwesi (kandangwesi merupakan kosakata bahasa Sunda yang artinya penjara besi) terletak di daerah Garut Selatan.
Dalam Babad Cirebon dan tradisi Lisan Legenda Kuningan bokor kuningan itu digunakan untuk menguji tokoh ulama Islam (wali) bernama Sunan Gunung Jati. Jalan ceritanya kurang lebih sama dengan cerita Ciung Wanara, hanya di dalamnya terdapat beberapa hal yang berbeda. Perbedaan yang dimaksud terletak pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa, tujuan dan akibat pengujian itu, dan tidak ada peristiwa penendangan bokor. Jika cerita Ciung Wanara menuturkan gambaran zaman kerajaan Galuh yang sepenuhnya bersifat kehinduan atau masa pra-Islam, maka Babad Cirebon dan tradisi lisan Legenda Kuningan mengisahkan tuturan pada zaman peralihan dari masa Hindu menuju masa Islam atau pada masa proses Islamisasi. Dengan demikian, isi cerita Ciung Wanara lebih tua daripada isi Babad Cirebon atau tradisi lisan Legenda Kuningan. Cerita Ciung Wanara mengungkapakan tempat peristiwanya di Bojong Galuh, sedangkan Babad Cirebon dan tradisi lisan Legenda Kuningan mengemukakan bahwa peristiwanya terjadi di Luragung (kota kecamatan yang terletak 19 km sebelah timur Kuningan).

Tidak seperti dalam cerita Ciung Wanara, penaksiran kehamilan Puteri dilatarbelakangi oleh tujuan mencelakakan pendeta Ajar Sukaresi dan berakibat pendeta tersebut dihukum mati, dalam Babad Cirebon dan tradisi lisan Legenda Kuningan penaksiran kehamilan tersebut dimaksudkan untuk menguji keluhuran ilmu Sunan Gunung Jati semata-mata dan berdampak mempertinggi kedudukan keulamaan wali tersebut. Anak yang dilahirkannya adalah seorang bayi laki-laki yang kemudian dipelihara dan dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, penguasa daerah Luragung. Selajutnya Sunan Gunung Jati menjadi Sultan di Cirebon. Setelah dewasa bayi itu diangkat oleh Sunan Gunung Jati menjadi pemimpin atau kepala daerah Kuningan dengan nama Sang Adipati Kuningan.
Jadi, dari nama jenis logam bahan pembuatan bokor itulah daerah ini dinamakan daerah Kuningan. Itulah sebabnya, bokor kuningan dijadikan sebagai salah satu lambang daerah Kabupaten Kuningan. Lambang lain daerah ini adalah kuda yang berasal dari kuda samberani milik Dipati Ewangga, seorang Panglima perang Kuningan.
Menurut tradisi lisan Lagenda Kuningan yang lain, sebelum bernama Kuningan nama daerah ini adalah Kajene. Kajene katanya mengandung arti warna kuning (jene dalam bahasa Jawa berarti kuning). Secara umum warna kuning melambangkan keagungan dalam masyarakat Nusantara. Berdasarkan bahan bokor kuningan dan warna kuning itulah, kemudian pada masa awal Islamisasi daerah ini dinami Kuningan. Namun keotentikan Kajene sebaga nama pertama daerah ini patut diragukan, karena menurut naskah Carita Parahyangan sumber tertulis yang disusun di daerah Ciamis pada akhir abad ke-16 Masehi, Kuningan sebagai nama daerah (kerajaan) telah dikenal sejak awal kerajaan Galuh, yakni sejak akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 Masehi. Sementara itu, wilayah kerajaan Kuningan terletak di daerah Kabupaten Kuningan sekarang.
Adalagi menurut cerita mitologi daerah setempat yang mengemukakan bahwa nama daerah Kuningan itu diambil dari ungkapan dangiang kuning, yaitu nama ilmu kegaiban(ajian) yang bertalian dengan kebenaran hakiki. Ilmu ini dimiliki oleh Demunawan, salah seorang yang pernah menjadi penguasa (raja) di daerah ini pada masa awal kerajaan Galuh.
Dalam tradisi agama Hindu terdapat sistem kalender yang enggambarkan siklus waktu upacara keagamaan seperti yang masih dipakai oleh umat Hindu-Bali sekarang. Kuningan menjadi nama waktu (wuku) ke 12 dari sistem kalender tersebut. Pada periode wuku Kuningan selalu daiadakan upacara keagamaan sebagai hari raya. Mungkinkah, nama wuku Kuningan mengilhami atau mendorong pemberian nama bagi daerah ini?
Yang jelas, menurut Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan, dua naskah yang ditulis sezaman pada daun lontar beraksara dan berbahasa Sunda Kuna, pada abad ke-8 Masehi, Kuningan sudah disebut sebagai nama kerajaan yang terletak tidak jauh dari kerajaan Galuh (Ciamis sekarang) dan kerajaan Galunggung (Tasikmalaya sekarang). Lokasi kerajaan tersebut terletak di daerah yang sekarang menjadi Kabupaten Kuningan.

0


SEJARAH INDARAMAYU

Menurut Tim Panitia Peneliti Sejarah Kabupaten Indramayu bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 M yang telah disahka pada sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu pada tanggal 24 Juni 1977 dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu Nomor 02 Tahun 1977 tentang Penetapan Hari Jadi Indramayu, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan bahwa hari jadi Indramayu ditetapkan jatuh pada tanggal 7 (tujuh) Oktober 1527 M hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H.Dalam menentukan hari jadi tersebut tim panitia peneliti sejarah Indramayu berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, yaitu prasasti, penulisan-penulisan masa lalu, benda-benda purbakala/benda pusaka, legenda rakyat serta tradisi yang hidup ditengah-tengah masyarakat.

Proses Sejarah Indramayu

Menurut Babad Dermayu penghuni partama daerah Indramayu adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen Jawa Tengah putra Tumenggung Gagak Singalodra yang gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat dan bertapa.
Suatu saat Raden Wiralodra tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung sumbing, setelah melampau masa tiga tahun ia mendapat wangsit “Hai wiralodra apabila engkau ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari carilah lembah Sungai Cimanuk. Manakala telah tiba disana berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana, kelak tempat itu akan menjadi subur makmur serta tujuh turunanmu akan memerintan disana”.
Dengan didampingi Ki Tinggil dan berbekal senjata Cakra Undaksana berangkatlah mereka ke arah barat untuk mencari sungai Cimanuk. Suatu senja sampailah mereka di sebuah sungai, Wiralodra mengira sungai itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika pagi hari bangun mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan tujuan mereka. Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuan perjalanan mereka, namun orang tua itu berkata bahwa sungai tersebut bukan cimanuk karna cimanuk telah terlewat dan mereka harus balik lagi ke arah timur laut. Setelah barkata demikian orang tarsebut lenyap dan orang tua itu menurut riwayat adalah Ki Buyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki Sidum adalah seorang panakawan tumenggung Sri Baduga yang hidup antara tahun 1474 - 1513.
Kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari-hari berjalan mereka melihat sungai besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah Cimanuk , tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak hingga Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia hendak membanting pemilik kebun itu, orang itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah sungai Cimanuk yang tuan cari.”.
Saat mereka melanjutkan perjalanan bertemulah dengan seorang wanita bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk di persunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya hingga membuat gadis itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengelurkan Cakranya kearah Larawana, gadis itupun lenyap barsamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wiralodra segera mengejar Kijang itu yang lari kearah timur, ketika Kijang itu lenyap tampaklah sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralidra tertidur dan bermimpi bertemu Ki Sidum , dalam mimpinya itu Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang kelak akan menjadi tempat bermukim.
Setelah ada kepastian lewat mimpinya Wiralodra dan Ki Tinggil membuat gubug dan membuka ladang, mereka menetap di sebelah barat ujung sungai Cimanuk. Pedukuhan Cimanuk makin hari makin banyak penghuninya. diantaranya seorang wanita cantik paripurna bernama Nyi Endang Darma. Karena kemahiran Nyi Endang dalam ilmu kanuragan telah mengundang Pangeran Guru dari Palembang yang datang ke lembah Cimanuk bersama 24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma namun semua tewas dan dikuburkan di suatu tempat yang sekarang terkenal dengan “Makam Selawe”.
Untuk menyaksikan langsung kehebatan Nyi Endang Darma, Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma namun Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi serangan Wiralodra maka dia meloncat terjun ke dalam Sungai Cimanuk dan mengakui kekalahannya. Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau dan hanya berpesan, “Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil dalam usaha membangun daerah ini”.
Untuk mengenang jasa orang yang telah ikut membangun pedukuhannya maka pedukuhan itu dinamakan “DARMA AYU” yang di kemudian hari menjadi “INDRAMAYU”.
Berdirinya pedukuhan Darma Ayu memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta sejarah Tim Peneliti menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada jum’at kliwon, 1 sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527 M.
Catatan proses Indramayu lainnya
Cerita pedukuhan Darma Ayu adalah salah satu catatan sejarah daerah Indramayu namun ada beberapa catatan lainnya yang juga berkaitan dengan proses pertumbuhan daerah Indramayu antara lain:
a. Berita yang bersumber pada Babad Cirebon bahwa seorang saudagar China beragama islam bernama Ki Dampu Awang datang ke Cirebon pada tahun 1415. Ki Dampu Awang sampai di desa Junti dan hendak melamar Nyi Gedeng Junti namun ditolak oleh Ki Gedeng Junti, disini dapat disimpulkan bahwa Desa Junti sudah ada sejak tahun 1415 M .
b. Catatan dalam buku Purwaka Caruban Nagari mengenai adanya Desa Babadan,dimana pada tahun 1417 M Sunan Gunung Jati pernah datang ke Desa Babadan untuk mengislamkan Ki Gede Babadan bahkan menikah dengan puteri Ki Gede Babadan .
c. Di tengah kota Indramayu ada sebuah desa yang bernama Lemah Abang, nama itu ada kaitannya dengan nama salah seorang Wali Songo Syeikh Siti Jenar yang dikenal dengan nama Syeikh Lemah Abang, mungkin dimasa hidupnya (1450 - 1406) Syeikh Lemah Abang pernah tinggal di desa tersebut atau setidak-tidaknya dikunjungi olehnya untuk mengajarkan agama islam.
Setelah bangsa Portugis pada tahun 1511 menguasai Malaka antara 1513-1515 pemerintah Portugis mengirimkan Tom Pires ke Jawa . Dalam catatan harian Tom Pires terdapat data- data bahwa :
> Tahun 1513-1515 pedukuhan Cimanuk sudah ada bahkan sudah mempunyai pelabuhan
> Pedukuhan Cimanuk ada dalam wilayah kerajaan sunda (Pajajaran) .
Melihat bukti-bukti atau sumber di atas diperkirakan pada akhir abad XVI M daerah Indramayu sekarang atau sebagian dari padanya sudah dihuni manusia.
*Sumber: Buku Sejarah Indramayu (cetakan ke 2) terbitan pemerintah Kabupaten DT II Indramayu

PRASASTI ARIA WIRALODRA

Nanging Benjing Allah Nyukani
Kerahmatan Kang Linuwih
Darma Ayu Mulih Harja
Tan Ana Sawiji - wiji
Pertelane
Yen Wonten Taksana Nyabrang Kali Cimanuk
Sumur Kejayaan Deres Mili
Dlupak Murub Tanpa Patra
Sadaya Pan Mukti Malih
Somahan Lawan Prajurit
Rowang Lawan Priagung
Samya Tentram Atine
Sadaya Harta Tumuli
Ing Sekehing Negara Pada Raharja

Artinya :
Akan tetapi Allah melimpahkan
RAhmatNya yang berlimpah
Darma Ayu kembali makmur tiada ada suatu hambatan
Tanda
Jika ada ular menyebrangi sungai cimanuk
Sumur kejayaan mengalir deras
Lampu menyala tanpa minyak
Semua hidup makmur
Bekerja sama dengan tentara
Membantu penguasa
Semua hidup aman dan tentram
Gemah ripah loh jinawi
Seluruh negara hidup makmur

BUPATI INDRAMAYU DARI MASA KE MASA
1. Raden Singalodra ------> (WIRALODRA I)
2. Raden Wirapati ------> (WIRALODRA II)
3. Raden Sawedi ------> (WIRALODRA III)
4. Raden Banggala ------> (WIRALODRA IV)
5. Raden Banggali ------> (WIRALODRA V)
6. Raden Samaun ------> (WIRALODRA VI)
7. Raden Krestal
8. Raden Warngali
9. Raden Wiradibrata I
10. Raden T. Suraneggala
11. Raden Dilari (Purbadi Negara I)   ------>  1900
12. Raden Rolat (Purbadi Negara II) ------> 1900 - 1917
13. Raden Sosrowardjoyo ------> 1917 - 1932
14. Raden AA. Moch. Soediono ------> 1933 - 1944
15. Dr. Raden Murdjani ------> 1944 - 1946
16. Raden Wiraatmaja ------> 1946 - 1947
17. M. I. Syafiuddin ------> 1947 - 1948
18. Raden Wachyu ------> 1949 - 1950
19. Tikol Al moch. Ichlas ------> 1950 - 1951
20. Tb. Moch. Cholil ------> 1951
21. Raden Djoko Said Prawirawidjoyo ------> 1952 - 1956
22. Raden Hasan Surya satjakusumah ------> 1956 - 1958
23. Raden Firman Ranuwidjoyo ------> 1958 - PJ
24. Entol Djunaedi Satiawiharja ------> 1958 - 1960
25. H. A. Dasuki ------> 1960 - 1965
26. M. Dirlam Sastro Mihardjo ------> 1965 - 1973
27. Raden Hadian Suria Adiningrat  ------> 1974 - 1975
28. H. A. Djahari, SH ------> 1975 - 1985
29. H. Adang Suryana ------> 1985 - 1990
30. H. Ope Mustofa ------> 1990 - 2000
31. H. Irianto MS Syafiuddin ------> 2000 - 2010
32. Hj. Anna Sopanah ------> 2010 - 2015
 

0

Keraton Kanoman

 

Keraton Kanoman adalah Kesultanan Cirebon, setelah berdiri Keraton Kanoman pada tahun 1678 M Kesultanan Cirebon terdiri dari Keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman yang merupakan pemimpin dan wakilnya. Kebesaran Islam di Jawa Barat tidak lepas dari Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah orang yang bertanggung jawab menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sehingga berbicara tentang Cirebon tidak akan lepas dari sosok Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat dan pepakem, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah.
Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang pasar Di Kraton ini tinggal sultan ke dua belas yang bernama Raja Muhammad Emiruddin berserta keluarga. Kraton Kanoman merupakan komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. salah satunya saung yang bernama bangsal witana yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.
Di keraton ini masih terdapat barang barang, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana yang masih terawat baik dan tersimpan di museum. Bentuknya burak, yakni hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika ia Isra Mi'raj. Tidak jauh dari kereta, terdapat bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Kraton terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil.
Hal yang menarik dari Keraton di Cirebon adalah adanya piring-piring porselen asli Tiongkok yang menjadi penghias dinding semua keraton di Cirebon. Tak cuma di keraton, piring-piring keramik itu bertebaran hampir di seluruh situs bersejarah di Cirebon. Dan yang tidak kalah penting dari Keraton di Cirebon adalah keraton selalu menghadap ke utara. Dan di halamannya ada patung macan sebagai lambang Prabu Siliwangi. Di depan keraton selalu ada alun alun untuk rakyat berkumpul dan pasar sebagai pusat perekonomian, di sebelah timur keraton selalu ada masjid.

Silsilah

  1. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin)
  2. Sultan Kanoman II ( Sultan Muhammad Chadirudin)
  3. Sultan Kanoman III (Sultan Muhammad Alimudin)
  4. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhammad Chaeruddin)
  5. Sultan Kanoman V (Sultan Muhammad Imammudin)
  6. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhammad Kamaroedin I)
  7. Sultan Kanoman VII (Sultan Muhamamad Kamaroedin )
  8. Sultan Kanoman VIII (Sultan Muhamamad Dulkarnaen)
  9. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad Nurbuat)
  10. Sultan Kanoman X (Sultan Muhamamad Nurus)
  11. Sultan Kanoman XI (Sultan Muhamamad Jalalludin)
  12. Sultan Kanoman XII (Sultan Muhamamad Emiruddin)

0

PULAU BIAWAK
 

Kepulauan Biawak adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Pulau Biawak terletak di sebelah utara semenanjung Inrdamayu sekitar 40 kilometer dari pantai utara Indramayu, dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayuepulauan Biawak, terdiri atas tiga buah pulau, yaitu:

  • Pulau Biawak
  • Pulau Candikian
  • Pulau Gosong

Pariwisata

Pulau biayawak adalah salah satu tempat pariwisata yang menarik untuk dikunjungi. Daratan seluas 120 hektare ini juga kaya dengan tanaman bakau yang hijau dan rapat dipandang dari ketinggian. Nama kepulauan ini diambil dari banyaknya satwa biawak yang hidup di kepulauan ini.
Kepulauan ini dapat ditempuh sekitar 3 sampai dengan 4 jam menggunakan perahu motor dari pelabuhan Karangsong, Indramayu, Indramayu. Pulau ini terkenal sebagai objek wisata bahari dengan taman laut dan ikan hias yang indah serta terumbu karang yang asri.

Pulau Biawak

Sesungguhnya nama pulau tersebut adalah Pulau Rakit, tetapi oleh Pemkab Indramayu dinamakan Pulau Biawak karena di pulau ini banyak dijumpai satwa liar yang justru menjadi ciri khasnya, yakni biawak (Varanus salvator). Satwa ini tergolong unik karena hidup di habitat air asin. Setiap menjelang matahari terbenam, puluhan biawak dengan panjang antara 20 centimeter hingga 1,5 meter terlihat berenang di tepian pantai. Satwa-satwa itu memang tengah berburu ikan untuk kebutuhan makannya.
Selain disebut sebagai pulau Biawak, pulau ini juga disebut sebagai Pulau Menyawak dan Pulau Bompyis.
Pulau itu memiliki pesona wisata yang unik, karena karangnya yang masih 'perawan ' dan hidup. Di antara keempat pulau itu, hanya Pulau Biawak yang masih utuh dalam segalanya. Sedangkan tiga pulau lainnya hanya berupa hamparan pulau karang semata. Pulau Gosong, misalnya, kondisinya rusak karena jutaan meter kubik material karangnya diambil untuk pengurukan lokasi kilang minyak Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan.
Keberadaan pulau ini sangat berbahaya bagi alur pelayaran kapal-kapal laut yang melintas di kepulauan tersebut. Maka tak heran, bangsa Belanda semasa menjajah kepulauan Indonesia, mendirikan bangunan menara mercusuar. Mercusuar dengan ketinggian sekitar 65 meter itu dibangun oleh ZM Willem pada 1872. Hingga kini, bangunan itu masih berfungsi untuk memandu kapal-kapal besar maupun kecil yang melintas. Melihat usia bangunan tersebut, mercusuar itu diperkirakan seumur dengan mercusuar di Pantai Anyer.

Pulau Gosong dan Candikian

Selain Pulau Biawak, kawasan ini juga menawarkan kecantikan Pulau Gosong dan Pulau Candikian. Pulau Gosong berjarak tempuh sekitar setengah jam dari Pulau Biawak. Pulau Candikian juga berjarak 30 menit dari Pulau Biawak. Berbeda dengan Pulau Biawak, kedua pulau ini tak berpenghuni. Bahkan, Pulau Gosong yang sebenarnya lebih luas dari Pulau Biawak hanya tersisa beberapa meter persegi. Pulau itu sering digunakan untuk bertapa dengan tujuan mencari kekayaan dan sejenisnya. Pulau ini "hilang" akibat pengerukan untuk pembangunan Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan Exor I sekitar tahun 1980-an.
Melihat potensi alamnya, kawasan ini bisa memuaskan para pemburu kenikmatan wisata. Pulau cantik itu saat ini benar-benar masih perawan. Untuk perjalanan sekitar empat jam dari Indramayu ke lokasi itu, misalnya, belum tersedia perahu khusus. Kalaupun menyewa, pengunjung harus merogoh kocek sekitar Rp 750.000 untuk perahu nelayan berkapasitas sekitar sepuluh orang. Selain itu, juga belum ada dermaga yang memudahkan pengunjung mencapai bibir pantai saat air pasang. Selain itu, juga belum ada rumah-rumah peristirahatan yang bisa disewa wisatawan.